Header Ads

Orang Bijak Taat Pajak?

 majalahdrise.com - Blarrr! Capung udara bermesin tunggal itu menabrak gedung perkantoran 4 lantai di kota Austin, Texas, Amerika Serikat. Di balik ledakan besar, 2 orang tewas dan dua lainnya terluka.
Salah satu yang mati adalah pilot pesawat itu sendiri, Joseph Andrew Stack (53). Dia sengaja ber-kamikaze menabrakkan pesawat dengan sasaran utama gedung kantor pajak setempat yang memiliki 200 karyawan.

Dalam surat wasiatnya, Stack menyatakan frustrasi berurusan dengan Kantor Pajak Austin. Menurut pejabat setempat, surat bunuh diri Stack bernada anti-pemerintah.
Namun, 2 pesawat tempur F-16 sempat dikirim ke gedung tersebut, aparat keamanan setempat memastikan tindakan Stack bukan terorisme.

Di Amerika Serikat, pajak memang harga mati buat rakyat. Dan Stack memilih mati ketimbang bayar pajak yang dirasa tak adil. Dulu, Al Capone, tokoh mafia legendaris Chicago, akhirnya bisa dikerangkeng di penjara Al Catraz dengan tuduhan pelanggaran pajak, dan bukan karena kejahatan pembunuhan, judi, prostitusi maupun narkoba.

Indonesia juga bernafas dengan pajak. Kementerian Keuangan dalam rapat kerja untuk APBN 2010 bersama DPR, menyatakan, realisasi pendapatan negara dan hibah tahun 2009 mencapai Rp 866,8 triliun. Dari jumlah itu, realisasi pajak mencapai Rp 641,2 triliun atau sekitar 73%.

Namun menurut ekonom liberal dari University of Chicago, Milton Friedman, pajak sebisa mungkin justru dijauhi. Baginya, orang bijak justru tidak taat pajak. Runtuhnya industri Barat dan inflasi tinggi, menurut Friedman, lebih disebabkan oleh sistem perpajakan yang buruk dan hanya menguntungkan segelintir orang.

Di Indonesia, munculnya Gayus Halomoan Partahanan Tambunan, menguak puncak gunung es mafia hukum, mafia pajak, makelar kasus, dan konpsirasi jahatnya. Bayangkan, pegawai bergaji Rp 12 juta macam Gayus, memiliki rekening gembrot bernilai ratusan milyar rupiah yang berasal dari suap ratusan perusahaan. Duit haram ini jadi bancakan aparat hukum dan keadilan, yang sampai sekarang tak pernah dituntaskan.

Muncullah gerakan anti-pajak di facebook, yang anggotanya sudah puluhan ribu orang. Targetnya adalah menghimpun 100.000 masyarakat anti-pajak. Tentu saja pejabat perpajakan mencak-mencak terhadap munculnya gerakan anti-pajak. Baginya, tanpa pajak Indonesia ‘’kiamat’’.

Padahal, besarnya komponen pajak rakyat terhadap pendapatan APBN mencerminkan kegagalan pemerintah mengemban amanah mensejahterakan rakyat. Dengan kekayaan sumberdaya alam yang luar biasa besar, rakyat Indonesia mestinya rata-rata makmur, bukan sebaliknya.

Contohnya, potensi minyak dan gas alam. Menurut Abdullah Sodik, Ketua Serikat pekerja Pertamina, minyak dan gas Indonesia sebagian besar dikuasai asing. Tercatat ada 60 kontraktor asing yang mengangkangi, 5 di antaranya dalam kategori super major, yakni ExxonMobil, ShellPenzoil, TotalFinaEIf, BPAmocoArco, dan ChevronTexaco, yang menguasai cadangan minyak 70 persen dan gas 80 persen. Selebihnya masuk kategori Major, seperti Conoco, Repsol, Unocal, Santa Fe, Gulf, Premier, Lasmo, Inpex, Japex, yang menguasai cadangan minyak 18 persen dan gas 15 persen. “Sedangkan perusahaan independen menguasi cadangan minyak 12 persen, dan gas 5 persen,” terang Sodik.

Ternyata, kapitalisme yang jadi lahan subur membabibutanya tagihan pajak yang mencekik rakyat. Sampe-sampe pemerintah daerah tega mau mungut pajak juga dari pedagang warteg dan bubur kacang. Kapitalisme yang memaksa pemerintah kita menjadikan pajak sebagai sumber utama pemasukan kas negara. Sementara pengelolaan sumber daya alam yang seharusnya mensejahterakan rakyat dan bisa menutup defisit anggaran negara malah dikasih ke swasta. Jadi, kalau dengan kekayaan alam yang melimpah rakyat Indonesia kebanyakan miskin melarat dan dikejar-kejar pajak, apa kata dunia?![Nurbowo]

di muat di majalah remaja islam drise edisi 09


No comments

Powered by Blogger.